- Replies:
- 0
- Words:
- 14870

Apa Investasi yang Halal Hadapi Ancaman Badai Resesi? Emas Bisa Dipilih
Menabung emas diperbolehkan (halal) selama emas yang dibeli tersebut ada wujudnya atau bukan berupa emas fiktif
Bagi sebagain investor, berinvestasi tidak hanya sekadar soal cuan, namun juga mempertimbangkan faktor lain seperti halal dan bebas riba. Makanya, investasi yang sesuai prinsip syariah, saat ini semakin diminati.
Lantas apa produk investasi yang halal dan sesuai prinsip syariah yang bisa dipilih dalam menghadapi gejolak pasar modal akibat ancaman badai resesi saat ini?
Investasi apapun bentuknya sejatinya untuk menjaga kondisi keuangan tetap berjalan baik bahkan lebih baik ke depannya. Sejumlah kalangan menilai dengan berinvestasi, dalam menghadapi dampak gejolak pasar akibat ancaman badai resesi, menyiapkan dana tabungan dalam bentuk cash saja tidak cukup, melainkan juga harus tetap investasi.
Emas bisa dipilih sebagai salah satu instrumen investasi untuk menghadapi dampak resesi global. Apalagi, dalam sejarahnya emas termasuk instrumen investasi yang tahan banting terhadap resesi.
Emas dapat juga dijadikan sebagai diversifikasi aset. Logam mulia ini disukai karena memiliki sejumlah kelebihan antara lain dipercaya kebal terhadap inflasi dan nilainya terus naik meski perlahan.
Apakah investasi emas itu halal (diperbolehkan) dan sesuai syariat Islam?
Melansir laman Sahabat Pegadaian, menurut Dewan Syariah Nasional Majelis Ulama Indonesia, menabung emas diperbolehkan (halal) selama emas yang dibeli tersebut ada wujudnya atau bukan berupa emas fiktif, jelas spesifikasinya serta bisa diserahterimakan, baik saat pembelian maupun penitipan.
Berikut penjelasan lengkap mengenai investasi emas dengan cara menabung emas seperti dilansir Sahabat Pegadaian :
Pertama, menabung emas merupakan konsep jual beli emas dengan fasilitas titipan.
Menabung emas adalah layanan pembelian dan penjualan emas dengan fasilitas penitipan saldo emas dengan harga terjangkau yang memudahkan masyarakat untuk berinvestasi emas. Uang yang ditabungkan akan dikonversi dalam bentuk emas, bukan uang seperti pada umumnya.
Kedua, ada proses serah terima.
Saat emas dibeli secara tunai, emas tersebut harus ada dan bisa diserahterimakan karena menjadi salah satu rukun jual beli. Sebaliknya, membeli emas fiktif itu tidak diperbolehkan karena merugikan pembeli dan berbagai pihak.
Maka, saat emas diperjualbelikan secara online atau daring dan secara non tunai (uang tunai dan emas diserahterimakan kemudian), maka harus jelas kriteria dan spesifikasi emasnya (maushuf) agar sesuai dengan keinginan pembeli sehingga terhindar dari gharar dan tidak merugikan.
Ketiga, proses serah terima emas harus jelas wujudnya.
Saat diserahterimakan, maka emas yang sudah dimiliki tersebut itu harus jelas wujudnya (mu’ayyan), seperti jenis karatnya, dan serinya. Begitu pula saat emas tersebut dititipkan oleh pemiliknya, maka harus jelas hak dan kewajibannya.
Apakah jasa penitipan tersebut berbayar atau tidak, kapan dan bagaimana emas tersebut akan diserahterimakan, siapa yang bertanggung jawab atas biaya pemotongan (jika ada) serta biaya pengirimannya.
Hal tersebut sesuai standar syariah AAOIFI nomor 57 tentang emas, yaitu serah terima emas bisa dilakukan dengan menentukan emas yang dibeli, memberikan kewenangan kepada pembeli untuk memanfaatkan emas, atau pembeli menerima bukti kepemilikan, lengkap dengan nomor dan ciri-ciri lainnya yang membedakan emas tersebut dengan emas yang lainnya, serta diterbitkan pada hari transaksi dari institusi yang legal, yang memungkinkan pembeli bisa menerima fisik emas kapan saja.
Keempat, perusahaan penyedia tabungan emas merupakan perusahaan legal.
Maksudnya adalah tempat, lembaga atau perusahaan yang menjual produk tabungan emas haruslah perusahaan yang legal dan diawasi oleh otoritas sebagai mitigasi risiko agar terhindar dari penyimpangan.
Kelima, pandangan mengenai jual beli emas secara tidak tunai.
Jika menelaah literatur fikih klasik, kontemporer, serta pandangan otoritas fatwa nasional dan internasional, maka akan ditemukan pandangan yang membolehkan dan tidak memperbolehkan jual beli emas secara tidak tunai. Dewan Syariah Nasional (DSN) MUI sebagai otoritas fatwa memilih pandangan yang membolehkan sebagaimana fatwa DSN MUI Nomor 77/DSN-MUI/VI/2010 tentang Jual-Beli Emas secara Tidak Tunai.
Di sisi lain, disebutkan bahwa sebagaimana kaidah fikih yaitu keputusan pemerintah (otoritas) itu mengikat (wajib dipatuhi) dan menghilangkan perbedaan pendapat (di antara masyarakat). (as-Suyuthi, al- Asybah wan Nazhair: 497).
Berdasarkan poin-poin tersebut yang memperbolehkan tabungan emas, maka Smart Investor bisa berinvestasi atau menabung emas di Lembaga keuangan yang terpercaya dan diawasi oleh Otoritas Jasa Keuangan (OJK)
image quote pre code